Menurut Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai amanat UU, maka negara hadir dalam upaya penyediaan semua sarana prasarana maupun sumber daya manusia. Namun negara dalam hal ini pemerintah juga memberikan kepada pihak swasta untuk mendirikan lembaga atau yayasan yang menaungi sekolah-sekolah.
Adapun pendidikan formal bisa berbentuk
sekolah, kampus, lembaga pelatihan profesional berkelanjutan, pelatihan
profesional berkelanjutan, dan pusat pendidikan kejuruan. Baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta
Kemunculan sekolah di Indonesia
sudah ada sejak masa kejayaan agama Hindu.
Walaupun masih berorientasi kepada religi, dan masih kalangan terbatas,
pendidikan formalnya belum tampak jelas di sini. Karena tidak adanya kurikulum
baku yang dipakai. Penjenjangan hanya sebatas senior dan junior, bukan pada
kompetensi khusus.
Hal yang juga terjadi saat
kejayaan agama Budha. Pada saat itu kerajaan bercorak Budha yang termasyhur
adalah Sriwijaya. Dalam sejarahnya ada
seorang pengelana bernama I-Tsing yang menuliskan kisahnya menemukan sekolah
yang berisi seribuan calon biarawan. Pada saat itu Sriwijaya terkenal sebagai
pusat pendidikan Budha terkenal semenjak abad VII – XI. Biarawan terkenal antara lain Dharma Kitri
dan Jnanabadra. Istilah sekolah disebut dengan
padepokan sedangkan siswanya disebut dengan cantrik.
Memasuki
jaman peradaban Islam di Nusantara, pendidikan beralih ke mushola, langgar,
surau dan yang lebih besar adalah pondok pesantren. Istilah mondok adalah
mereka yang yang murid pada suatu pondok pesantren. Siswanya dinamakan santri.
Struktur kurikulum yang kental nuansa keagamaan ditemukan di sini, selain
dengan pendidikan umum lainnya.
Di era kolonial, sekolah mulai
didirikan ketika politik etis menjadi sorotan tajam di parlemen Belanda.
Sebagai rasa “terima kasih” pemerintah Belanda kemudian mendirikan sekolah
khusus pribumi. Peserta didiknya pun masih terbatas dari keturunan bangsawan
tertentu. Belanda mendidik penduduk untuk taat dan patuh terhadap mereka. Selain itu mereka memperoleh tenaga kerja
yang bermanfaat bagi kelangsungan kolonialisme.
Di kenal pada zaman itu adalah ELS (Europeesche Lagere School)
sekolah khusus anak keturunan bangsa Eropa dan bangsawan pribumi, HIS
(Hollandsch Inlandsche School) sekolah khusus pribumi dan keturunan
bangsawan, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Setara SMP, dan AMS (Algemeene Middelbare School) setara
SM, kemudian STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen)
atau sekoleh kedokteran Jawa adalah perguruan tinggi setingkat universitas. Sedangkan
khusus bumi putera yaitu Sekolah Kelas I selama lima tahun dan Sekolah Kelas II
(vervolg) selam 4 tahun.
Ada juga pendidikan khusus
guru yaitu sistem magang di sekolah vervolg kemudian Normaalcursus 2 tahun, Normaalschool (NS), Kweekschool
(KS). Dan penulis adalah salah satu lulusan SPG Negeri Purworejo yang menempati
bekas KS yang didirikan tahun 1915. Namun sekarang ditempati oleh SMA Negeri 7
Purworejo.
Pada
jaman penjajahan sekolah sudah mulai ada kekhasan, misalnya pendidikan guru, pendidikan
pertukangan, sekolah teknik, pendidikan dagang, pendidikan pertanian,
pendidikan kejuruan kewanitaan. Pada
jenjang pendidikan tinggi, terdapat Kweekschool), pendidikan tabib tinggi atau
kedokteran tinggi, pendidikan tinggi hukum, pendidikan tinggi teknik.
Pada
pendudukan Jepang jenjang pendidikan formal dengan menghilangkan dualisme
pendidikan yaitu kolonial dan bumi putera. Jenjang pendidikan dibagi menjadi
tiga yaitu Sekolah Rakyat (6 tahun), Sekolah Menengah (3 tahun) dan Sekolah
Menengah Tinggi (3 tahun). Kegiatan pendidikan diubah dengan kegiatan di luar
pembelajaran, seperti mengumpulkan batu, mengumpulkan ubi-ubian, sayuran,
membersihkan bengkel dan asrama, menanam jarak untuk pelumas.
Tiap pagi hari siswa diharuskan mengucapkan sumpah setia
kepada kaisar Jepang dan dilatih kemiliteran.
Adapun mata pelajaran adalah Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia
(Melayu), Adat Istiadat, Bahasa Jepang, Ideologi Jepang, dan Kebudayaan Jepang.
Bahasa pengantarnya memakai bahasa Indonesia (Melayu).
Pasca Indonesia merdeka,
pendidikan formal mulai tertata dengan “gaya sendiri”. Melalui SK Menteri Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan
No. 104/Bhg.0, tertanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan berorientasi pada
usaha menanamkan jiwa patriotisme dan untuk menghasilkan patriot- patriot
bangsa yang rela berkorban untuk bangsa dan negaranya. Dan tanggal 25 Nopember
1945 berdirilah organisasi guru yaitu PGRI. Dan Ki Hajar Dewantoro sebagai
Menteri Pengajaran membawa pendidikan sesuai jatidiri bangsa Inddonesia dalam
Taman Siswa, organisasi pendidikan yang didirikannya dan kini dalam kurikulum
merdeka sedang disegarkan kembali ajaran-ajaran beliau.
Menghadapi
jumlah buta aksara yang mencapai 90%, maka pemerintah menempuh langkah pelaksanaan
pendidikan formal antara lain mendirikan bangunan sekolah baru, menggunakan
perumahan atau bangunan swasta, mengajar dengan dua kali artinya satu gedung dimanfaatkan
belajar pada pagi hari dan siang hari sehingga dikenal ada sekolah pagi dan
petang.
Terdapat
5 jenis pendidikan yang dilaksanakan yaitu pendidikan guru, pendidikan umum,
pendidikan teknik, dan pendidikan kejuruan, serta pendidikan tinggi. Pendidikan guru meliputi sekolah guru A, sekolah
guru B, dan sekolah guru C. Pendidikan umum terdiri Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT). Pendidikan ekonomi ada pendidikan ekonomi
dan pendidikan kewanitaan dengan nama Sekolah Kepandaian Putri (SKP), dan
Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP).
Sedang
sekolah kejuruan ada Kursus Kerajinan Negeri (KKN), Sekolah Teknik (ST), Sekolah
Teknik Pertama (STP), SekolahTeknik Menengah (STM). Terakhir yaitu pendidikan
tinggi yang terdiri dari Universitas Gajah Mada, Sekolah Tinggi, dan Akademi di
Jakarta, Klaten, Solo, dan Yogyakarta.
Sejalan
perkembangan zaman bentuk sekolah kemudian berubah menjadi Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Sementara perguruan tinggi berdiri berbagai universitas,
akademik, dan sekolah tinggi serta politeknik. Demikian juga dengan sekolah kedinasan milik
pemerintah seperti Sekolah Tinggi Statistik (dahulu Akademi Ilmu Statistik), Politeknik
Keuangan Negeri Sekolah Tinggi Akutansi Negara (dahulu STAN).
Pendidikan yang berbasis agama mendapat perhatian dari pemerintah sesuai amanat Badan Pekerja Komite Nasional Pusat 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa; madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.
Sekolah
swasta atau partikelir dikategorikan menjadi tiga yaitu bersubsidi, tidak
bersubsidi, dan istimewa. Untuk sekolah partikelir harus memakai bahasa pengantar
bahasa Indonesia, dan mata pelajaran sesuai dengan rencana pelajaran sesuai
dengan Sekolah Rakyat Negeri dan boleh menambah pelajaran sesuai persetujuan
kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Sedangkan sekolah tidak bersubsidi
bahasa pengantarnya bebas, dan pemerintah mempunyai hak pengawasan. Sedangkan
sekolah partikelir istimewa memakai bahasa pengantar Belanda, tunjangan guru dari
pemerintah sesuai jumlah murid, siswa untuk warga negara Belanda dan warga
negara asing.
Pendidikan
Islam dikenal dengan madrasah ibtidaiyah selama 6 tahun serta pendidikan
mualimat (khusus perempuan). Tahun 1959 dikenalkan pendidikan Madrasah Menengah
Pertama (MMP) dan Madrasah Menengah Atas (MMA) dengan perbandingan kurikulum agama
sebesar 60% dan kurikulum umum sebesar 40%.
Namun
pada tahun 1975 melalui Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri jenjang pendidikan Islam
diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah setara SD, Madrasah Tsanawiyah (SMP), dan
Madrasah Aliyah (SMA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan sopan