Selasa, 07 Februari 2023

Pendidikan Formal dari Masa ke Masa

 Menurut Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2003 pendidikan formal adalah  jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai amanat UU, maka negara hadir dalam upaya penyediaan semua sarana prasarana maupun sumber daya manusia.  Namun negara dalam hal ini pemerintah juga memberikan kepada pihak swasta untuk mendirikan lembaga atau yayasan yang menaungi sekolah-sekolah.  

Adapun pendidikan formal bisa berbentuk sekolah, kampus, lembaga pelatihan profesional berkelanjutan, pelatihan profesional berkelanjutan, dan pusat pendidikan kejuruan. Baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta

Kemunculan sekolah di Indonesia sudah ada sejak masa kejayaan agama Hindu.  Walaupun masih berorientasi kepada religi, dan masih kalangan terbatas, pendidikan formalnya belum tampak jelas di sini. Karena tidak adanya kurikulum baku yang dipakai. Penjenjangan hanya sebatas senior dan junior, bukan pada kompetensi khusus.

Hal yang juga terjadi saat kejayaan agama Budha. Pada saat itu kerajaan bercorak Budha yang termasyhur adalah Sriwijaya.  Dalam sejarahnya ada seorang pengelana bernama I-Tsing yang menuliskan kisahnya menemukan sekolah yang berisi seribuan calon biarawan. Pada saat itu Sriwijaya terkenal sebagai pusat pendidikan Budha terkenal semenjak abad VII – XI.  Biarawan terkenal antara lain Dharma Kitri dan Jnanabadra. Istilah sekolah disebut dengan padepokan sedangkan siswanya disebut dengan cantrik.

Memasuki jaman peradaban Islam di Nusantara, pendidikan beralih ke mushola, langgar, surau dan yang lebih besar adalah pondok pesantren. Istilah mondok adalah mereka yang yang murid pada suatu pondok pesantren. Siswanya dinamakan santri. Struktur kurikulum yang kental nuansa keagamaan ditemukan di sini, selain dengan pendidikan umum lainnya.

Di era kolonial, sekolah mulai didirikan ketika politik etis menjadi sorotan tajam di parlemen Belanda. Sebagai rasa “terima kasih” pemerintah Belanda kemudian mendirikan sekolah khusus pribumi. Peserta didiknya pun masih terbatas dari keturunan bangsawan tertentu. Belanda mendidik penduduk untuk taat dan patuh terhadap mereka.  Selain itu mereka memperoleh tenaga kerja yang bermanfaat bagi kelangsungan kolonialisme.  Di kenal pada zaman itu adalah ELS (Europeesche Lagere School) sekolah khusus anak keturunan bangsa Eropa dan bangsawan pribumi, HIS (Hollandsch Inlandsche School) sekolah khusus pribumi dan keturunan bangsawan, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) Setara SMP, dan AMS  (Algemeene Middelbare School) setara SM, kemudian STOVIA (School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen) atau sekoleh kedokteran Jawa adalah perguruan tinggi setingkat universitas. Sedangkan khusus bumi putera yaitu Sekolah Kelas I selama lima tahun dan Sekolah Kelas II (vervolg) selam 4 tahun.

Ada juga pendidikan khusus guru yaitu sistem magang di sekolah vervolg kemudian Normaalcursus 2 tahun, Normaalschool (NS), Kweekschool (KS). Dan penulis adalah salah satu lulusan SPG Negeri Purworejo yang menempati bekas KS yang didirikan tahun 1915. Namun sekarang ditempati oleh SMA Negeri 7 Purworejo.

Pada jaman penjajahan sekolah sudah mulai ada kekhasan, misalnya pendidikan guru, pendidikan pertukangan, sekolah teknik, pendidikan dagang, pendidikan pertanian, pendidikan kejuruan kewanitaan.  Pada jenjang pendidikan tinggi, terdapat Kweekschool), pendidikan tabib tinggi atau kedokteran tinggi, pendidikan tinggi hukum, pendidikan tinggi teknik.

Pada pendudukan Jepang jenjang pendidikan formal dengan menghilangkan dualisme pendidikan yaitu kolonial dan bumi putera. Jenjang pendidikan dibagi menjadi tiga yaitu Sekolah Rakyat (6 tahun), Sekolah Menengah (3 tahun) dan Sekolah Menengah Tinggi (3 tahun). Kegiatan pendidikan diubah dengan kegiatan di luar pembelajaran, seperti mengumpulkan batu, mengumpulkan ubi-ubian, sayuran, membersihkan bengkel dan asrama, menanam jarak untuk pelumas.

Tiap pagi hari siswa diharuskan mengucapkan sumpah setia kepada kaisar Jepang dan dilatih kemiliteran.  Adapun mata pelajaran adalah Sejarah, Ilmu Bumi, Bahasa Indonesia (Melayu), Adat Istiadat, Bahasa Jepang, Ideologi Jepang, dan Kebudayaan Jepang. Bahasa pengantarnya memakai bahasa Indonesia (Melayu).

Pasca Indonesia merdeka, pendidikan formal mulai tertata dengan “gaya sendiri”. Melalui SK Menteri Pendidikan, pengajaran dan kebudayaan No. 104/Bhg.0, tertanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan berorientasi pada usaha menanamkan jiwa patriotisme dan untuk menghasilkan patriot- patriot bangsa yang rela berkorban untuk bangsa dan negaranya. Dan tanggal 25 Nopember 1945 berdirilah organisasi guru yaitu PGRI. Dan Ki Hajar Dewantoro sebagai Menteri Pengajaran membawa pendidikan sesuai jatidiri bangsa Inddonesia dalam Taman Siswa, organisasi pendidikan yang didirikannya dan kini dalam kurikulum merdeka sedang disegarkan kembali ajaran-ajaran beliau.

Menghadapi jumlah buta aksara yang mencapai 90%, maka pemerintah menempuh langkah pelaksanaan pendidikan formal antara lain mendirikan bangunan sekolah baru, menggunakan perumahan atau bangunan swasta, mengajar dengan dua kali artinya satu gedung dimanfaatkan belajar pada pagi hari dan siang hari sehingga dikenal ada sekolah pagi dan petang.

Terdapat 5 jenis pendidikan yang dilaksanakan yaitu pendidikan guru, pendidikan umum, pendidikan teknik, dan pendidikan kejuruan, serta pendidikan tinggi.  Pendidikan guru meliputi sekolah guru A, sekolah guru B, dan sekolah guru C. Pendidikan umum terdiri Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Tinggi (SMT). Pendidikan ekonomi ada pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan dengan nama Sekolah Kepandaian Putri (SKP), dan Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP).

Sedang sekolah kejuruan ada Kursus Kerajinan Negeri (KKN), Sekolah Teknik (ST), Sekolah Teknik Pertama (STP), SekolahTeknik Menengah (STM). Terakhir yaitu pendidikan tinggi yang terdiri dari Universitas Gajah Mada, Sekolah Tinggi, dan Akademi di Jakarta, Klaten, Solo, dan Yogyakarta.

Sejalan perkembangan zaman bentuk sekolah kemudian berubah menjadi Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sementara perguruan tinggi berdiri berbagai universitas, akademik, dan sekolah tinggi serta politeknik.  Demikian juga dengan sekolah kedinasan milik pemerintah seperti Sekolah Tinggi Statistik (dahulu Akademi Ilmu Statistik), Politeknik Keuangan Negeri Sekolah Tinggi Akutansi Negara (dahulu STAN).

Pendidikan yang berbasis agama mendapat perhatian dari pemerintah sesuai amanat Badan Pekerja Komite Nasional Pusat 27 Desember 1945 menyebutkan bahwa; madrasah dan pesantren yang pada hakikatnya adalah satu alat dan pencerdasan rakyat jelata yang sudah berurat berakar dalam masyarakat Indonesia pada umumnya, hendaklah pula mendapat perhatian dan bantuan nyata tuntutan dan bantuan material dari pemerintah.

Sekolah swasta atau partikelir dikategorikan menjadi tiga yaitu bersubsidi, tidak bersubsidi, dan istimewa. Untuk sekolah partikelir harus memakai bahasa pengantar bahasa Indonesia, dan mata pelajaran sesuai dengan rencana pelajaran sesuai dengan Sekolah Rakyat Negeri dan boleh menambah pelajaran sesuai persetujuan kementerian Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Sedangkan sekolah tidak bersubsidi bahasa pengantarnya bebas, dan pemerintah mempunyai hak pengawasan. Sedangkan sekolah partikelir istimewa memakai bahasa pengantar Belanda, tunjangan guru dari pemerintah sesuai jumlah murid, siswa untuk warga negara Belanda dan warga negara asing.

Pendidikan Islam dikenal dengan madrasah ibtidaiyah selama 6 tahun serta pendidikan mualimat (khusus perempuan). Tahun 1959 dikenalkan pendidikan Madrasah Menengah Pertama (MMP) dan Madrasah Menengah Atas (MMA) dengan perbandingan kurikulum agama sebesar 60% dan kurikulum umum sebesar 40%.

Namun pada tahun 1975 melalui Surat Keputusan Bersama antara Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri jenjang pendidikan Islam diubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah setara SD, Madrasah Tsanawiyah (SMP), dan Madrasah Aliyah (SMA). 

Demikian sejarah singkat pendidikan formal di Indonesia semoga menjadi bahan refleksi bersama. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berkomentarlah dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan sopan

Dari Penulis Menjadi Penerbit

  Judul                 :     Usaha Penerbitan Buku Resume ke       :      30 Gelombang       :      28 Tanggal            :      17 M...